Laman

Kamis, 14 Januari 2010

kereta cinta nayla

“Kereta cinta Nayla”

Nama ku ira. Aku mempunyai sahabat bernama nayla. Nayla adalah anak manja yang memang dari keluarga mampu. Tak heran jika kemana pun ia pergi selalu ada yang antar jemput. Saat itu kami harus study tour ke bandung, ia memilih naik pesawat ketimbang naik kereta express yang bagus. Gayanya yang borjuis membuat anak-anak kesal terhadapnya.

Kali ini tugas praktek sosiologi ke Kebun Raya Bogor mengharuskan kami naik kereta karena observasi selama perjalanan juga harus diuraikan.nayla sempat menolaknya, ia mengusulkan kepada teman-temannya untuk naik mobil saja, tapi usulnya itu ditolak oleh Arya sang ketua kelompok. Tak heran jika selama perjalanan nayla pasang tampang cemberut,ia membayangkan betapa sengsaranya naik kereta ekonomi yang panas.

Hampir jam delapan pagi tapi nayla belum datang padahal kami janjian distasiun kalibata jam setengah delapan. “ kalau sampai jam delapan nayla juga belum datang kita tinggal saja dia,” putus arya kesal. Tak lama kemudian nayla datang dengan setengah berlari. Aku tertawa kecil karena melihat penampilan nayla yang memakai jaket tebal ditambah lagi dengan syal memangnya kami mau ke puncak yang berhawa dingin, pikirku.

“Nyaris aja lo kita tinggal,” tegur arya. “sorry gw telat,”jawabnya dengan memasang tampang tak bersalah. Akhirnya kereta datang. Meski hari minggu penumpangnya tetap saja banyak. Kutarik kencang tangan nayla yang masih terpaku menatap puluhan orang.meski kami sudah berusaha tetap saja kami tidak kebagian tempat duduk. Akhirnya kami pun harus berdiri dan berhimpitan dengan banyak orang.

“ra, penuh banget sih keretanya,” protes nayla.

“maklumlah kereta ekonomi!”

“panas banget, ra!”

“ ya iyalah!lagian ngapain sih lo pake jaket tebal gitu.”

“gw takut kulit gw hitam.”

“capee deeh!! Sekarang rasain akibatnya.”

Nayla merengut. Butiran keringat membasahi kening mulusnya. “ tuh kan nay banyak pemandangan,” godaku mencoba menghiburnya.

“gak lucu, ra! Gw udah mau pingsan neh kelamaan berdiri,” rutuknya. Untungnya dua penumpang turun di stasiun berikutnya, jadi kami bisa duduk. Kereta berhenti agak lama di stasiun depok karena banyak penumpang yang turun. Suasana lebih sepi dan udara segar masuk sehingga tidak terasa sumpek. Seorang gadis kecil mengamen menghampiri kami. Enyah lagu apa yang di nyanyikan tadi. Ia menyodorkan plastic permen karet agar kami memberikan uang receh. Lembaran uang seribu ku masukkan ke dal;am kantong plastik tersebut. Lalu ia beralih kepada nayla agar ia juga melakukan hal yang sama. Dengan wajah terlihat jijik nayla menjauhkan tangan gadis itu agar tidak menyentuh tubuhnya. Ia menolak untuk memberikan uang recehnya.

“Emang cari duit gampang, dia enak aja tinggal minta,” omelnya setelah gadis itu pergi.

“Dia gak minta nay! tadi dia kan udah nyanyi, kalo minta dia pengemis dong,” belaku.

“ ah, sama aja!” jawabnya seraya mengibaskan sapu tangan untuk menghela panas.

Tak berapa lama kami pun sampai di stasiun bogor. Desak-desakkan pun kembali terjadi. Kali ini aryalah yang menarik tangan nayla agar ia tidak terjatuh saat turun.

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan naik angkot yang menuju kebun raya.

“hah! Dompet gw ilang!” teriak nayla sambil mengobrak-abrik seluruh isi tasnya.

“yang bener nay! Pelan-pelan dulu carinya siap tahu terselip,” ujar rico.

Nayla mulai mengeluarkan isi tasnya tapi sampai barang terakhir ia tidak juga menemukan dompetnya. Wajahnya tambah pucat pasi. Aku segera menggenggam tangannya agar tidak pingsan, rico dan arya bingung harus bagaimana karena kecopetan dikereta api terlebih dta adalah hal biasa.

Sesampai di kebun Raya kami tidak langsung ke kantor observasi tapi istirahat terlebih dahulu untuk menenangkan nayla. Setelah kecopetan tadi membuatnya shocked ini pertama kalinya ia naik angkotan umum dan langsung kecopetan. Air mata mulai menggenangi kedua matanya. “gw bukan masalah uangnya, ra! Tapi disitu ada foto almarhum nenek dan itu foto kesanyangan gw,” isaknya. Aku tak tahu harus berbuat apa hanya bisa mengelus punggungnya berharap bisa mengurangi beban kesedihannya,

Melihat wajah sedih nayla, rico dan arya akhirnya yang melanjutkan mengerjakan tuga sosiologi. Kami pun disurunya untuk menunggu selama mereka mencari bahan.

“apa ini milik kakak?” Tanya seorang gadis yang tiba-tiba saja muncul dihadapan kami. “ya ampun, ra! Ini dompet gw,” teriak nayla senang melihat barang miliknya ditemukan kembali.

“belum ada yang diambil koq,” lanjutnya. Oh,iya makasih banget ya ,hei….kamu bukanya pengamen yang diatas kereta tadi?”seru nayla setelah melihat siapa yang ada dihadapannya.

“iya,maafin abang saya telah mencuri barang milik kakak,”ujarnya sambil tertunduk.

Aku dan nayla saling bepandangan sekali tak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis kecil ini. Terlebih lagi ia mengembalikan dompet yang telah dicuri abangnya dari tas milik nayla.

Ia pun bercerita jika abangnya memang suka mencuri barang orang lain di atas kereta. Ia sudah berkali-kali menegur abangnya untuk berhenti dari pekerjaannya itu tapi tidak pernah dipedulikan. Jika suatu ketika abangnya tertangkap basah mencuri dihadapannya ia akan berusaha untuk mencuri lagi barang pemiliknya. Begitu pun yang terjadi pada nayla.

“kami tidak tahu harus bilang apa,makasih ya!”ujarnya tulus
Ia bernama ina dan baru kelas 5 SD. Orang tuanya juga bekerja sebagai pedagang asongan di atas kereta. Keinginannya untuk terus sekolah yang membuatnya semangat untuk tetap mengamen meski kadang hasil yang di dapat tidak banyak karena harus bersaing dengan puluhan pengamen lainnya. Semangat ina dalam menjalani hidup membuatku kagum karena dimana anak seusianya masih sibuk main ia sudah harus kerja keras. Tak sedikit pun kulihat sedih di wajahnya. Sambil bercerita dengan ceria ia memakan dengan lahap semua makanan yang kami belikan. Setelah selesai ia pun pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.


“Rumah kamu dimana?” Tanya nayla yang sedari tadi hanya diam.

“ Di samping stasiun,kak!”

“ Kapan-kapan kakak boleh main gak?” tanyanya yang membuatku langsung terpana keheranan.

“ Boleh kak, tapi rumah aku kecil,” ujarnya malu.

Nayla tersenyum. Tanpa risih ia mengambil tangan ina kemudian menyerahkan seluruh uang yang berada di dompetnya.

“ Kak, jangan seperti ini! Aku gak mau dikasihani!” ujarnya seraya menolak pemberian dari nayla.

“ Kakak minta maaf sama kamu, tadi diatas kereta kakak tidak menghargai jerih payah kamu yang sudah menyanyi. Anggap aja ini bayaran atas pekerjaan kamu tadi,” ujar nayla setengah memaksa sambil memasukkan uangnya ke dalam saku ina.

“ Makasih kak!” ujarnya pelan.

Setelah ina pamit pulang nayla masih terpaku menatap bayangannya yang menghilang dibelokan jalan. Ia baru menyadari jika selama ini sikap manja, egois dan gaya hidup hedoisme telah membutakannya akan keadaan sekeliling. Tak pernah sekali pun ia merasakan bagaimana susahnya mencari uang. Semua materi yang diberikan oleh orang tuanya hanya bisa dihambur-hamburkan tidak jelas. Pertemuannya dengan ina dan kejadian tadi mengubah cara pandangnya selama ini bahwa tidak semua hal bisa didapatkan dengan mudah.

“ Ra, gw menemukan cinta lain diatas kereta ekonomi tadi, besok anterin gw cari rumahnya ina, gw pengin jadi seseorang yang berarti dihidupnya,” ujarnya pelan.

Aku tersenyum. Cinta memang bisa tumbuh dimana saja dan kapan saja meski diawali oleh kejadian yang menyakitkan.




adaptasi dari majalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar