Laman

Rabu, 05 Januari 2011

BAHAYA AKTIVASI OTAK TENGAH

Perdebatan mengenai otak tengah; perlu tidaknya otak tengahtersebut diaktifkan; terus terjadi. Masyarakat makin memahamipentingnya menyeimbangkan kedua belahan otak kanan dan kiri, karenamasing-masing belahan tersebut memiliki beragam fungsi yang saling mengisi dalam perjalanan panjang kehidupan seorang manusia.Ironisnya seolah belum puasdengan kekayaan kedua belahan otak kita,sekelompok ilmuwan mulai mengotak-atik dan mencari bagian lain, yangdinamakan otak tengah. Mereka mencari tahu apakah dengan mengaktivasiotak tengah kecerdasan seseorang akan makin bertambah, atau mengubah mereka menjadi jenius, serta memiliki berbagai kecerdasan lain yangsupra-natural?
Di kalangan medis otak tengah ini dikenal sebagai bagian dari otak manusia yang memiliki fungsi sangat vital, misalnya sebagai pusat pengendali jantung, pembuluh darah, pernafasan, * refleks-refleks, dan masih banyak lagi. Berbagai tulisan ilmiah mengenai otak tengah ini bisa kita baca dalam berbagai tulisan sepuluh tahun terakhir. Sayangnya sampai hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang berani menyatakan bahwa aktivasi otak tengah berhubungan dengan kecerdasan seseorang, apalagi membuat IQ seseorang meloncat jauh melebihi IQ manusia pada umumnya, atau dikenal dengan istilah jenius. Dahulu orang berpikir bahwa kecerdasan identik dengan IQ, meskipun mereka mengetahui dalam test IQ yang diukur hanyalah
kecerdasan seseorang di bidang matematika, linguistik dan sedikit visuo-spatial. Saat ini wawasan kita mulai terbuka, melalui hasil penelitian Prof Gardner di tahun 1980an diketahui bahwa ada delapan jenis kecerdasan yang berbeda yang bisa dimiliki oleh masing-masing kita dalam porsi yang berbeda. Masing-masing kecerdasan tersebut menempati area yang berbeda di sisi kiri dan kanan otak kita. Kecerdasan yang bervariasi ini disebut Kecerdasan Multipel (Multiple Intelligence). Sehubungan dengan otak tengah tadi, muncul pertanyaan, adakah hubungan antara kecerdasan ini dengan fungsi otak tengah / mid brain
seseorang? Benarkah aktivasi otak tengah membuat seseorang makin cerdas dan jenius, karena memiliki kemampuan supra-natural?
Anatomi dan Fungsi Otak
Pada saat lahir seorang anak memiliki 100 miliar sel otak yang disebut sel neuron – jumlah ini sama dengan banyaknya bintang di galaksi Bima Sakti – serta 1 Triliun sel glia, yang berfungsi sebagai sel pelindung bagi sel-sel otak tadi. Pembentukan sel-sel otak ini
dimulai sejak minggu ketiga sel sperma membuahi sel telur, dengan kecepatan tumbuh 250 ribu sel/menit. Pada minggu kesepuluh sel-sel otak menjadi makin sibuk mempersiapkan diri agar bisa mulai menerima stimulus / rangsangan dari luar. Saat usia 3 tahun telah terbentuk 1000 triliun jaringan koneksi / sinapsis, jumlah ini ternyata 2 kali jumlah jaringan orang dewasa. Satu sel otak mampu menjalin 15 ribu koneksi dengan sel lain, jaringan yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen, tetapi yang jarang digunakan akan mati. Otak manusia dibagi menjadi enam divisi utama, yaitu Serebrum, Diensefalon (kedua bagian ini sering disebut sebagai Forebrain / Pro-ensefalon), Serebelum, Midbrain (Mesencephalon), Pons dan Medula
Oblongata. Tiga bagian terakhir ini disebut brain stem atau batang otak.
Midbrain (Mesensefalon) terdiri dari superior colliculi dan inferior colliculi. Superior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala dan bola mata ketika berespon terhadap rangsang visual, sedangkan inferior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala dan tubuh ketika berespon terhadap rangsang suara.
Menjadi Jenius? Nah dikaitkan dengan janji, cukup dengan mengaktifkan otak tengah
(mesensefalon) mampu membuat seorang manusia menjadi jenius; Apakah definisi jenius? Range IQ normal adalah 90 – 110. Dengan IQ normal seorang anak bisa tamat SMA, sebagian bahkan tamat S1. Di atas angka tersebut seseorang disebut Superior, di atasnya lagi adalah Very
Superior, dan jika IQ nya lebih dari 180 orang akan disebut jenius. Seringkali peringkat IQ bisa membuat anak stres, padahal IQ tak bias mengukur kecerdasan emosional (EQ) seseorang. Anak-anak yang sulit konsentrasi seringkali membuat kewalahan para orang-tua dan guru. Orang-tua dan guru menduga anak tersebut bodoh karena nilai akademik di sekolah sangat kurang, padahal bias saja mereka ini sebenarnya memiliki kecerdasan yang baik, tetapi rentang waktu perhatian mereka sangat pendek. Rentang waktu perhatian ideal anak usia 5 tahun hanya berkisar 5
menit saja, sedangkan anak-anak usia 15 tahun berkisar 15 menit. Untuk membuat mereka bertahan lebih lama, para pendidik diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Hal ini haruslah dilakukan secara berkala saat konsentrasi dan perhatian anak-anak mulai menurun. Dalam keadaan tertentu seperti takut, sedih akibat depresi dan berbagai stres / tekanan mental lainnya seseorang menjadi kehilangan
daya konsentrasi, Orang-tua biasanya membawa anak-anak tersebut untuk berkonsultasi dengan psikiater ataupun psikolog dengan keluhan kesulitan belajar dan menurunnya prestasi akademik.
Sebenarnya peranan orang-tua sangat besar untuk proses belajar seorang anak, apa yang orang-tua pikirkan, katakan dan lakukan akan terus melekat dalam benak anak-anak, mempengaruhi suasana dankenyamanan belajar mereka dan mempengaruhi jalan hidup serta masa depan mereka. Anak-anak bisa mengalami kebahagiaan, atau sebaliknya depresi – sama seperti orang dewasa yang lain – karena perkataan dan tindakan orang-tua mereka.
Mengaktivasi Otak Ada cukup banyak cara yang biasa dipakai untuk mengaktivasi otak, misalnya dengan alunan musik klasik (yang paling poluler karya-karya Mozart), lagu-lagu / instrumentalia tertentu, gerakan-gerakan tubuh, menciptakan suasana tertentu, bermain dengan angka-angka, menambahkan berbagai bahan chemical, dan masih banyak cara lainnya. Banyak
institusi menawarkan berbagai pelatihan yang menjanjikan untuk meningkatkan IQ tersebut, dengan memasukkan berbagai metode yang diyakini dapat menghilangkan tekanan mental para peserta selanjutnya mempermudah pengaktifan bagian-bagian tertentu otaknya.
Beberapa ilmuwan mencoba mempelajari tentang otak tengah / mid brain. Harapan mereka sesudah penemuan yang mencengangkan tentang kiri dan kanan, sekaranglah saatnya mengungkap fenomena tentang otak tengah. Metode yang digunakan bukan sekedar cara-cara klasik seperti yang kita kenal di atas, karena program neuro-linguistik (NLP) mereka sisipkan demi sebuah proses aktivasi yang nantinya mengarah pada suatu keadaan extra sensory perception (ESP). Suasana dibuat sedemikian rupa agar semua peserta yang ada di ruangan
tersebut memasuki Alpha State, suatu fase dimana gelombang lambat di otak manusia, yang membuat seseorang mudah dipengaruhi dan diisi oleh berbagai hal oleh para instruktur. Metode yang cukup popular dikenal saat ini adalah BFR (blindfold reading). Sebagai informasi, di Rusia diperlukan waktu satu tahun bagi seorang siswa untuk mampu melakukan aksi blindfold. Di Jepang, sedikitnya perlu waktu tiga bulan untuk melakukannya. Ajaibnya di Indonesia
suatu perusahaan pelatihan menyatakan hanya perlu waktu 12 jam untuk
membuat anak-anak jenius! Aktivasi dianggap berhasil apabila mereka berhasil mengenali berbagai macam benda dan halangan di sekitarnya dalam keadaan mata ditutup. Dengan demikian anak-anak tersebut akan mampu membaca, menggambar, menghitung, berlari dan menghindari semua rintangan tanpa menggunakan indera penglihatan mereka yaitu mata.
Bahkan mereka berani menjanjikan, anak-anak akan memiliki kemampuan tembus pandang, menyusun kartu remi secara urut tanpa melihat, dapat membaca suatu dokumen rahasia di balik tembok, menghitung uang yang ada dalam dompet di saku baju seseorang, merangkum seluruh isi textbook dalam waktu singkat, memprediksi hal-hal buruk yang bakal
terjadi esok, bahkan membaca pikiran orang-orang yang ada di sekelilingnya agar tak mudah tertipu. Hal itu bagi mereka dianggap sebagai talenta manusia baru di jaman modern ini, karena memiliki kecerdasan tersendiri (jenius) dengan kemampuan extra sensory perception (ESP), sehingga nantinya kita tak lagi tertarik menonton acara pertandingan sulap The Master.
Pandangan di atas tentu tidak begitu saja dapat dibenarkan, karena secara medis kita bisa mengenali fungsi fisiologi seluruh organ dalam tubuh kita. Mengaktifkan dan menciptakan seseorang untuk memperoleh pengalaman extra sensory perception sudah jauh melenceng dari ranah medis fisiologis. Bahkan hal ini erat kaitannya dengan terjadinya berbagai gangguan
mental pada manusia, yang salah satu gejalanya adalah mampu mendengar, melihat, merasakan dan membaca hal-hal yang tidak bias didengar, dilihat, dirasakan dan dibaca oleh orang-orang sehat lainnya. Sebagai contoh pada kasus-kasus Skizofrenia pasien merasa yakin dengan kemampuannya membaca isi hati dan pikiran orang-orang lain di sekelilingnya, serta meyakini berbagai penglihatan dan pendengaran gaib yang bisa membuat orang lain berdiri bulu kuduknya. Sampai hari ini belum ada satupun publikasi yang menyatakan bahwa otak tengah dapat diaktifkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia, apalagi meng-upgrade nya menjadi jenius. Musa A. Haxiu & Bryan K. Yamamoto (2002) membuat suatu penelitian midbrain pada 24 ekor musang jantan. Hasilnya aktivasi midbrain di daerah periaquaductal gray (PAG) ternyata justru mengakibatkan otot-otot polos pernafasan menjadi relaksasi, sehingga mengganggu pernafasan hewan-hewan tersebut. Ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh suatu lembaga yang memiliki ide penelitian sebelum dilemparkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Minimal telah melalui 10 tahun percobaan di laboratorium (in vivo), setelah lulus uji klinis, barulah diujikan pada hewan-hewan percobaan dengan evaluasi sekitar 10 tahun. Pada tahap ketiga barulah diujikan pada para relawan (biasanya mereka dibayar) dan kembali dilakukan evaluasi. Dengan demikian dibutuhkan waktu sekitar 30 tahun untuk membawa suatu metode baru yang aman dalam masyarakat. Menurut Peter D. Larsen, Sheng Zhong, dkk. (2001) ada beberapa hal yang berubah karena aktivasi midbrain, misalnya tekanan arteri utama (mean arterial pressure), aliran darah di ginjal (renal blood flow), aliran darah di daerah paha (femoral blood flow), persarafan daerah bawah jantung (Inferior cardiac), per-syaraf-an simpatis dan
denyut jantung akan makin meningkat, sebaliknya tekanan darah justru turun, aktivitas persarafan di daerah tulang belakang juga turun. Peningkatan tekanan arteri, aliran darah ginjal dan paha tersebut bias mencapai 328%.
Peranan orang-tua Seringkali orang-tua terlalu sibuk sehingga tidak punya cukup
waktu untuk memperhatikan buah hati mereka. Waktu 24 jam sehari terasa kurang, karena saat anak-anak berangkat sekolah pagi-pagi orang-tua tak bisa bangun dan mengantar mereka, mereka baru pulang kembali ke rumahnya pada malam hari sesudah anak-anak tertidur. Sebagai pembenaran diri sendiri para orang-tua sering berkilah, bahwa kualitas pertemuan mereka dengan anak-anak jauh lebih penting daripada kuantitas waktu. Benarkah?
Sebuah intitusi bahkan berani menjanjikan bahwa dengan menyisihkan waktu 15-30 menit saja selama 20-30 hari untuk membantu anak-anak berlatih sama artinya dengan mendampingi mereka seumur hidup hingga usia 18 tahun. Semudah itukah hubungan orang-tua dengan anak terjalin? Cukupkah waktu yang hanya 15-30 menit tadi untuk berdiskusi, saling curhat, atau sekedar bermain bersama dan bercanda? Hubungan orang-tua dan anak tidak bisa dibatasi seperti halnya sebuah mata pelajaran di sekolah. Memang ikatan emosional diantara mereka akan sangat menentukan kualitas hubungan yang terjalin. Idealnya orang-tua memiliki waktu yang tak terbatas untuk anak-anaknya, demi sebuah proses kematangan dan kemandirian. Bahkan
saat anak-anak beranjak dewasa dan menikah seringkali mereka masih ingin duduk bermanja-manja dengan orang-tuanya. Saat mereka menghadapi berbagai permasalahan hidup salah satu tempat yang nyaman untuk berbagi adalah orang-tua mereka.
Target dan evaluasi pembuktian kejeniusan sesudah aktivasi otak tengah
Sesudah melalui program latihan ini anak-anak akan mempunyi kemampuan untuk melihat dengan sentuhan (skin vision). Sebagian anak lainnya yang telah teraktifasi otak tengahnya mampu melihat kartu secara detail dengan penciuman atau pendengarannya. Sebagian lainnya
mengatakan mereka mampu melihat, menulis, membaca, dan mewarnai di dalam kegelapan total. Selain itu mereka juga akan memiliki Loving Inteligence. Mereka adalah individu yang seimbang dan mengasihi orang lain seperti sang pencipta. Bagaimana dengan harapan orang-tua yang telah mengirim dan membayar biaya yang cukup tinggi demi mengikutkan anak-anak mereka dalam pelatihan ini? Setelah sekian bulan tentu saja para orang-tua
berharap anak-anak mereka akan memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Secara teoritis, nilai sekolah seharusnya meningkat, karena selepas aktifasi otak tengah tersebut, memori dan konsentrasi akan meningkat dan cukup banyak potensi penting dalam diri anak yang akan
dibangkitkan. Namun kenyataannya tidaklah sesederhana itu karena peningkatan kemampuan akademis ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Penelitian Bjorn H. Schott, Constanze I Seidenbecher dkk. (2006) menyatakan bahwa pada manusia, memory seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, jadi tidak sama dengan binatang. Telah dilakukan pembuktian secara anatomi dan behavior dengan mempergunakan alat MRI, diperoleh hasil yang tidak signifikan. Yang membedakan memori adalah faktor genetik (kromosome 17q11 dan 7q36), hal ini dikenal sebagai polymorphisme dopamine pada kromosom. Hal ini yang tentunya menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi masyarakat, karena sebelumnya orang-tua begitu antusias mengharapkan anaknya akan berubah menjadi anak-anak yang jenius dan memiliki banyak
kemampuan lebih sesudah mengikuti program pelatihan otak tengah ini,lagipula orang-tua telah mengeluarkan sejumlah besar biaya. Menurut Bjorn H. Schott, Daniela B. Sellner dkk. (2004) terdapathubungan erat antara formasi memori di hipokampus dan neuro-modulasi
dopaminergik, terutama di Ventral Tegmental Area (VTA) dan medial Substansia Nigra midbrain. Teknik yang dipakai untuk mengaktivasi otak disesuaikan dengan lokasi, memakai kata-kata yang menyenangkan, hitungan-hitungan silabus, dan sebagainya. Namun aktivasi tersebut tidak relevan dengan tugas-tugas yang harus dipelajari.
Tulisan Hugo D. Critchley, Peter Taggart dkk. (2005) membuat kita terperangah, karena ternyata induksi lateralisasi aktifitas midbrain dapat mengakibatkan mental stres, serta berbagai stres lain yang akan memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death).
Penyebabnya adalah karena tidak seimbangnya dorongan simpatetik persyarafan jantung.


Perlukah aktivasi otak tengah?
Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas. Kecerdasan ini tidak bisa disamakan dengan IQ, karena saat ini kita
telah mengenal delapan macam kecerdasan, yang dikenal sebagai multiple intelligence yang ada dalam diri manusia. Mereka yang tidak bias matematika dan IQ nya rendah bukan berarti tidak cerdas, karena mungkin saja mereka memiliki kecerdasan inter personal yang baik. Suatu tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki anak, mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS,

tetapi juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah cukup. Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat dunia ini menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru mencelakai orang lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan
dirinya sendiri. Mengapa dalam waktu 12 jam pelatihan atau satu setengah hari
saja anak-anak tersebut bisa berubah? Salah satunya adalah kenyataan bahwa anak-anak dengan perilaku bermasalah sebenarnya membutuhkan perhatian dari orangtua mereka. Dalam program pelatihan midbrain tersebut semua orangtua diharapkan memperhatikan anaknya, mau melatih
kembali anak-anak tersebut di rumah, termasuk setelah latihan selesai. Yang terjadi di sini sebenarnya adalah anak-anak tersebut dilatih untuk peka terhadap berbagai bahaya dan rintangan yang ada di depan, serta ‘dipaksa untuk bersikap dan berperilaku lebih baik’ karena
mereka telah diberikan teladan yang baik oleh orangtua dan orang-orang dewasa di sekelilingnya.
Yang terjadi pada anak-anak tersebut sebenarnya bukan JENIUS (memiliki IQ yang sangat tinggi atau di atas 140), melainkan latihan untuk suatu kewaspadaan (AWARENESS) terhadap apapun yang ada di sekeliling mereka. Kondisi semacam ini perlu kita cermati lebih baik, mengingat kondisi awareness yang berlebihan akan membuat seseorang mengalami berbagai
gangguan jiwa, dari gejala yang ringan berupa Gangguan Cemas Menyeluruh, sampai tipe berat berupa Gangguan Paranoid. Itulah sebabnya orangtua diminta waspada dan berhati-hati sebelum
mengirim anak-anak mereka ke suatu institusi yang menawarkan sanggup mengubah anak-anak menjadi jenius dalam waktu singkat. Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki
anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas. Suatu
tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki anak, mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS, tetapi juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah cukup. Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat dunia ini menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru mencelakai orang lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan dirinya sendiri.

Sumber : http://surabaya-metropolis.com/gaya-hidup/aktivasi-otak-tengah-tidak-bikin-jenius-bahkan-berbahaya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar